SENI UKIR BALI
Produk seni ukir khas
Bali, mempunyai motif tersendiri yang khas. Berdasarkan penelitian, motif
ukiran Bali merupakan peninggalan jaman kerajaan dahulu kala, yang sudah
memperoleh mengalami kemajuan di bidang seni.
Motif ukiran Bali, dikenali dengan
beberapa ciri khas, yang terbagi antara ciri umum dan khusus. Ciri-ciri
umum: ukiran Bali mempunyai motif daun, bunga dan buah yang berbentuk
cembung dan cekung. Hal ini dapat dikatakan bahwa motif Bali adalah motif campuran
yang mempunyai perpaduan bentuk antara cekung dan cembung.
Adapun ciri khusus ukiran Bali antara lain
:
(1) angkup pada motif Bali,
seperti halnya pada motif lainnya, mempunyai bentuk yang berikal pada ujungnya.
(2) bentuk sunggar ini tumbuh dari ujung ikal
benangan pada daun pokok.
(3) imbar pada motif Bali
seperti yang terdapat pada motif Pejajaran dan motif Majapahit, dengan bentuk
yang khas pula. Simbar berada di depan pangkal daun pokok mengikuti bentuk
alurnya, sehingga dapat membentuk keserasian secara keseluruhan pada motif ini.
(4) benangan pada motif ini
bentuknya khusus atau khas. Benangannya berbentuk cembung dan miring sebagian.
Benangan ini tumbuh melingkar sampai pada ujung ikal dan mempunyai pecahan
garis yang menjalar pada daun pokok dan pecahan cawen yang terdapat pada ukiran
daun patran, sehingga dapat menambah keserasian dan indahnya bentuk ukiran.
Keunikan dan kekhasan ukiran Bali,
beberapa tahun terakhir mampu memikat pembeli, baik dari lokal maupun asing
sehingga masyarakat pun tidak sedikit yang terjun sebagai pengukir sebagai
lahan mengais penghasilan. Tidak mengherankan jika kemudian beberapa sentra
ukiran Bali dengan mudah dapat dijumpai. Sebut saja, Desa Mas – Ubud, Desa
Tangep – Mengwi, Desa Peken Belayu, Marga – Tabanan dan sederet desa lainnya,
yang kondang sebagai sentra ukiran khas Bali.
Bahan baku pembuatan adalah menggunakan kayu jati, moja gaung dan
cempaka. Namun karena tidak bisa mendapatkan kayu dari Bali, biasanya pelaku
bisnis ukiran memesan bahan dari Kalimantan, Sumba atau Flores.
Selain kayu, seni ukir Bali juga mulai menggunakan bahan batu padas.
Perkembangan seni ukir yang menggunakan bahan batu padas itu berawal dari
pembangunan tempat suci, karena hampir semua tembok dan bangunan suci
(pelinggih) dihiasi dengan ukiran batu padas.
Kerajinan seni ukir dari bahan batu padas
pada awalnya mengambil tema-tema tradisional, namun dalam beberapa tahun
belakangan mulai bersentuhan dengan kebudayaan luar, namun tetap mencerminkan
tradisi adat, budaya dan agama Hindu di Pulau Dewata.
Menggeluti ukiran dengan bahan batu padas,
dilakukan masyarakat di Desa Belayu, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan.
Mereka membuat patung, baik sebagai cendera mata maupun benda-benda yang
disakralkan untuk kelengkapan pura. Bahan baku batu padas itu diambil dari
sungai terdekat, karena hampir sebagian besar sungai-sungai yang bertebing
terjal di Bali mengandung batu padas yang memberikan berkah untuk
kehidupan dan kesejahteraan yang layak bagi masyarakat.
Tebing yang terjal di tepi sungai itu
mengandung batu padas dengan aneka warna, akan menjadi bahan bangunan
maupun dekorasinya. Batu padas yang berwarna merah digali di tepi jurang di
Desa Tajun, Kecamatan Kubu Tambahan, Kabupaten Buleleng. Batu padas merah hasil
galian masyarakat Desa Tajun, sempat populer, karena pemasarannya merambah
hingga luar Bali, yakni mencapai Solo, Surabaya dan Bandung.
Sedang batu padas warna ungu, dikandung
pada hampir semua tebing sungai di Bali. Masyarakat menggali batu padas
itu dengan menggunakan alat-alat tradisional dan langsung membentuk sesuai
ukuran yang diinginkan.